Cinta memang hal yang tak asing di teling kita-kita senantiasa diajarkan untuk mencintai banyak hal. Cinta pada sesama muslim, pada orang tua, pada guru, pada pekerjaan juga pada Allah. Sejatinya cinta memiliki makna yang luas, hanya saja dimasa kini, khususnya di Indonesia, makna cinta menjadi sempit. Maka ketika seorang lelaki berkata “Aku mencintai-mu karena Allah” pada lelaki lain, hal tersebut menjadi suatu keganjilan dan respon “Ih homo” menjadi suatu hal yang lazim. Padahal sudah jelas sabda Rasul SAW, “Tidak beriman salah satu dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” Dan di hadits lain, “Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainya.” Maka sudah jelas pengungkapan cinta semacam itu merupakan hal yang amat wajar atau malah suatu keharusan.
Dewasa kini, cinta identik dengan rasa suka antara lawan jenis. Itulah sebabnya pengakuan cinta sesama lelaki direspon homo. Mindset seperti itu di sebabkam oleh budaya negatif dari globalisasi yang disebut pacaran. Orang-orang masa kini cenderung menganggap cinta hanya untuk diungkapkan kepada lawan jenis. Sementara Rasul SAW bersabda, jika kalian mencintai seseorang, hendaklah kalian mengungkapkanya.” Meskipun hadits tersebut tidak menyebutkan secara spesifik objek yang “dicintai”nya, bukan berarti hadits itu mengarah pada cinta lawan jenis. Karena budaya arab waktu itu tidak mengenal pacaran dan ungkapan cinta pada orang-orang terdekat merupakan kelaziman maka dari itu, persepsi cinta di zaman sekarang jelas merupakan sebuah kerusakan.
Nah, berbicara soal cinta yang notabene sudah menjadi problematika yang cukup memprihatinkan di kalangan remaja masa kini, maka tak bisa lepas dari perihal virus merah jambu. Sejatinya, virus merah jambu atau perasaan suka terhadap lawan jenis merupakan fitrah manusia. Dari pertama kali Hawa diciptakan dari tulang rusuknya Adam, hinggga kini dan setersunya, hal itu merupakan fitrah bagi setiap insane. Nah, maka dari itu, Allah SWT menciptakan aturan dalam menyalurkan fitrah tersebut dengan jalan suci yang disebutkan pernikaan.
Disini saya tidak akan membahas pernikahan, perjodohan, dsb. Tetapi saya ingni membahas suatu hal yang terasa asing di kalangan remaja dua atau tiga decade yang lalu, tetapi sudah menjadi trend di kalangan remana masa kini. Ya, namanya pacaran. Adalah suatu kegiatan yang terdiri dari beberapa fase ; pertama Pedekate, adalah masa pendekatan yang – katanya – masa paing indah dan bikin geregetan. Fase kedua nembak, adalah prosesi pernyataan cinta, biasanya dilakukan di tempat-tempat romantic dan dengan cara-cara unik. Fase ketiga jadian, fase ini disebut juga “pasca-klimaks”, karena dalam fase ini biasanya terjadi penurunan kadar cinta, baik secara cepat maupun lambat. Yang keempat adalah fase putus, dimana pasangan atau salah satunya udah bosen sama rutinitas jadian – ng – date, nonton bareng, pelukan, pegangan, ciuman, #@!??@ Dalam fase ini biasanya si pelaku merasa galau, dan dalam beberpa kasus, berakhir dengan bunuh diri. Oh my god.
Pacaran bukan hanya menjadi budaya suatu negeri, bangsa atau agama saja. Melainkan sudah menjadi budaya yang mendunia, isu globalisasi yang marak dalam satu atau dua decade terakhir ini adalah pemicunya globalisasi yang di pelopori oleh barat tidak hanya mempengaruhi sector ekonomi dan politik saja, tapi juga budaya, yang memang amat bisa kita rasakan hari ini. “invansi budaya” ini dilancarkan oleh suatu organisasi tersembunyi yang disebut Iluminati demi mewujudkan tujuan mereka Noous Ordo Seclorum atau Tatanan Dunia Baru yang menyatukan manusia dalam suatu ideology yang jauh dari agama. Tapi saya tak akan mebahasnya terlalu jauh tentang Iluminati karena akan banyak menghabiskan tempat dalam artikel ini. Terlepas dari eksistensi Iluminati, pacaran sudah menjadi problematika angsa ini yang notabene memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia.
Ajaran islam amat menghormati dan memuliakan manusia sebagai makhluk yang berakal. Maka dari itu, islam amat tegas dalam hal hunungan lawan jenis. Fenomena pacaran di negri ini yang juga banyak digandrungi oleh muda-mudi islam menjadi suatu hal yang memprihatinkan. Karena hal ini mengindikasikan lemahnya pemahaman ajaran islam di kalangan generasi muda. Media yang menggemor-gemborkan hal-hal berbau pacaran merupakan factor utama maraknya budaya ini. Bisa kita lihat di taman sekarang, film-film bertema pacaran begitu banyak bermunculan bak jamur di musim hujan. Dan film-film itu selalu mendapat respon positif dari para konsumen film khususnya kangan remaja di negeri ini. Begitupun novel dan komik, seolah tak mau kalah, banyak novel dan komik masa kini bertemakan Pacaran yang menyabet gelar-gelar Best Seller. Dan yang tak kalah booming di abad 21 ini adalah drama korea. Budaya korea selatan yang meang erat dengan budaya barat tengah menunjukkan tindak-tanduknya di dunia Internasional. Tak bisa di pungkiri bahwa kita tengah direcoki budaya-budaya bejat yang menghancurkan islam, yang di kemas dalam kedok globalisasi dan modernisasi.
Kesimpulannya, mari kita kembali kepada indentitas kita sebagai seorang muslim. Islam amat tegas dalam urusan ini, karena itulah musuh-musuh i\Islam begitu sungguh-sungguh menyebarkan budaya ini. Pacaran hanya mengundang segunung kemudharatan dan secuil manfaat, tengoklah kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta misalnya, telah banyak pemuda-pemudinya yang sudah kehilangan kehormatan. Apalagi santri pesantren yang tiap waktu senantiasa menutup aurat dan diajarkan nilai-nilai islami, sudah seharusnya menjadi pelopor dakwah islami alih-alih terbawa arus budaya-budaya bejat. Maka dari itu di waktu muda ini, alangkah baiknya kita bisa memanfaatkanya dengan baik untuk meuai dan mencari ilmu untuk masa depan. Tidak usah memikirkan jodoh, karena hal itu urasan yang di atas, semua hal ada waktunya, segalanya akan indah pada waktunya. (***F2T)
0 komentar:
Posting Komentar