Foremost Goes to
Campus
Pagi itu tepatnya jam 4, kita semua sudah sibuk mengurus diri sendiri. Ada yang mandi, makan, memakai seragam, dan membawa peralatan yang akan dibawa untuk goes to campus. Kita Shalat Shubuh dengan memakai seragam hari senin, lengkap dengan jas dan dasinya. Selepas Shalat Shubuh, kita langsung menuju bis, dan kita Al-Ma’tsurat di bis. Lepas Al-Ma’tsurat dilanjutkan dengan sarapan. Habis sarapan aktivitasnya mulai beragam, ada yang baca novel, nyanyi-nyanyi, tidur, bahkan ada yang cuma bengong ngeliatin jalan.
Setelah menempuh perjalanan selama
kurang lebih 4 jam, kita akhirnya tiba di Universitas Indonesia. Masuk kedalam
UI cukup jauh, dan memang UI itu sangat luas bila dibandingkan dengan
kampus-kampus yang lainnya di Indonesia. Di UI ada sebuah Stadion yang langsung
membuat anak-anak bergumam “wih..” di sebalah kanan juga tampak gerbang menuju
Politeknik Negeri Jakarta, yang pada awalnya bernama Politeknik Universitas
Indonesia. Namun pada tahun 1998 –kalau nggak salah- PNJ mendirikan kampus
sendiri dan berpisah dari UI. Walaupun tempatnya masih di dalam kawasan UI.
Kita ‘berpisah’ disana, dalam artian
anak-anak alam berkunjung ke Fakultas Teknik, sedangkan anak-anak sosial
mengunjungi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Selama 3 jam anak-anak alam dan sosial
sibuk mendengarkan presentasi dan ‘muter-muter’ di fakultas masing-masing.
Tepat pada pukul 12, kita berkumpul lagi di Masjid Ukhuwah Islamiyyah untuk
melaksanakan Shalat Dzuhur berjamaah. Selesai Shalat, kita semua kembali ‘mengisi
bahan bakar’ –makan- kemudian dilanjutkan dengan materi tentang keislaman dan
kehidupan di kampus terkhususnya di UI dalam kacamata dakwah.
Sudah puas jalan-jalan di UI, kita
berangkat menuju Sekolah Masjid Terminal yang terletak di Jalan Margonda, Depok.
Tepatnya di samping ITC Depok. Sekolah Masjid Terminal atau yang biasa
disingkat MasTer ini mempunyai murid anak-anak jalanan yang bebas masuk kapan
saja.
“Pendafataran disini dibuka terus
sepanjang tahun. Jadi, nggak pernah tutup. Selama orang tersebut masih punya
nyawa dan pengen belajar maka orang itu berhak untuk sekolah di sini. Syarat
masuknya cuma dua, yaitu punya nyawa dan pengen belajar.” Kata salah seorang
perwakilan dari Sekolah Master dengan menekankan kata “Pengen” dan diiringi
dengan tepuk tangan yang meriah, baik itu dari As-Syifa maupun dari Sekolah
Master sendiri.
Setelah sharing, saling bertanya,
dan saling menampilkan sebuah penampilan selama kurang lebih 1 jam, dilanjutkan
dengan melihat-lihat keadaan Sekolah Master. Tembok gedungnya terbuat dari
container bekas yang dicat ulang, serta atapnya yang berupa seng, didalam
kelasnya hanya terdapat meja pendek yang panjang yang biasa digunakan untuk
belajar mengaji. Bahkan, persis dibelakang sekolah itu terdapat tempat bermain
billiard. Namun, Sekolah Master juga pernah mendapat bantuan berupa komputer.
Jadi, di Sekolah Master terdapat sekitar 100 komputer yang dipisahkan dua
ruangan. Tetap saja hidup mereka penuh dengan keterbatasan. Dan yang membuat
kita kagum adalah dengan fasilitas yang seadanya, dan bermodalkan semangat
belajar yang tinggi Sekolah Master mampu meluluskan para anak jalanan dan masuk
ke UI, ITB, IPB, dll, bahkan tidak sedikit lulusan dari Sekolah Master yang
melanjutkan ke Perguruan Tinggi Luar Negeri. Oh iya, Sekolah Master itu ada
mulai dari TK – SMA dan yang pastinya gratis, termasuk gurunya yang tidak
dibayar alias sukarelawan yang biasanya berasal dari para mahasiswa/i.
Kita juga memberikan bantuan kepada
Sekolah Master berupa pakaian layak pakai sekitar 8 trash bag, buku-buku
pelajaran 1 trash bag, buku tulis 160 buah, pensil 60 buah, pulpen sekitar 5
sampai 8 pak (lupa), serta uang tunai kurang lebih 250 ribu rupiah.
Puas mengagumi serta berfoto-ria di
Sekolah Master, akhirnya kita jalan menuju bis untuk kembali menuju As-Syifa
Subang. Sampai sekitar pukul 10, kita semua langsung beranjak istirahat.
Sungguh hari yang melelahkan, tapi sangat menyenangkan.. :D
0 komentar:
Posting Komentar